DERITA HIDUP DI USIA SENJA
Dalam hidup, setiap orang menginginkan kenyamanan dan kecukupan
dalam segala hal. Kemiskinan adalah salah satu hambatan untuk mendapatkan
kesejahteraan. Terutama harus bertahan dalam kerasnya hidup di usia senja. Nenek
Sesar Kemi salah satunya. Wanita tua berusia kurang lebih 80
tahun, yang tinggal di dusun Semen, Sukerejo, Kajoran, Magelang. Biasanya orang
disekitar memanggilnya nenek Kemi.
Nenek
Kemi tinggal bersama anak bungsunya yang bernama Ibu Kholimah. Sedangkan anak sulungnya
berada di daerah Jawa Timur. Dan dia tidak pernah mengunjungi ataupun menjenguk
saat mendapat kabar jika ibu-nya sakit. Entah apakah tidak ada waktu atau
keterbatasan biaya untuk transportasi.
Di desanya, sebagian besar orang kurang peduli dengan kehidupan
nenek Kemi. Namun, ada juga orang yang peduli dengannya. Salah satunya Budi
Solihin (48) selaku Kepala Dusun Semen, Sukerejo, Kajoran, Magelang.
Dahulu, nenek kemi mempunyai sawah dan binatang ternak berupa
kambing. Tetapi demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-sehari, terpaksa harta
tersebut harus di jual. Nenek Kemi yang sudah tua renta, tidak memungkinkan
untuk bekerja. Sedangkan anak bungsunya (ibu Kholimah), tidak tega untuk
meninggalkan ibu-nya di rumah terlalu lama. Untuk makan saja mereka
mendapatkan uluran tangan dari orang
sekitar. Singkong adalah makanan keseharian mereka, dan biasanya di olah
menjadi Gethuk. Karena selain lunak dimakan untuk sang nenek, juga cepat
membuat perut kenyang.
Mereka
tinggal di rumah yang berukuran 4x5 meter. Tetapi rumah itu bukan milik
sendiri, melainkan di berikan oleh Kepala Dusun setempat. Keadaan rumah ibu Kemi cukup memprihatinkan.
Dindingnya terbuat daribambu, sedangkan lantainya hanya beralaskan tanah.Di
dalam rumah ibu Kemi terdapat satu kamar tidur, satu kamar kosong untuk menaruh
barang-barang, dan dapur dengan alat masak berupa tungku.
Untuk mandi, nenek Kemi menumpang di rumah pak Budi Solihin (Kadus).
Sedangkan untuk keperluan mencuci, ibu Kholimah melakukannya di sumber mata air
yang jaraknya agak jauh dari rumahnya, danhal itu tidak membuatnya berhenti
menapakkan kaki. Anggapannya, air yang gratis lebih menguntungkan daripada
harus berhutang budi kepada orang lain.
Di musim penghujan adalah musim yang sangat menyedihkan buat nenek
Kemi. Selain cuaca yang dingin membuat tubuh keriputnya semakin berlipat-lipat,
serta keadaan rumah yang kurang layak membuat atap banyak yang bocor. Sedangkan
biaya untuk membetulkan rumah tidak ada.
Bapak Budi Solihin terkadang merasa iba dengan kondisi Ibu Kemi. “Ibu
Kemi itu, sudah sakit lama. Saat ini kelihatan sehat karena terbantu oleh
obat-obatan. Namun, jika telat minum obat maka penyakitnya akan kambuh.
Gejalanya seperti perut benjol membesar, terasa keras dan sakit. Serta kedua
tangannya bengkak. Biasanya berobat di puskesmas Watukarang di antar istri saya,”
ujar bapak Budi Solihin.
Harapan kedepannya, nenek Kemi di beri kesehatan dan umur panjang.
Serta rezeki, agar bisa memperbaiki rumah dan membuat kamar mandi. Bukan menyerah
terhadap takdir, tetapi bersyukur atas apa yang telah diberi, sehingga membuat
nenek Kemi bersemangat menjalani hidupnya.