Asal mula nama KLATEN
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama
Klaten.
versi pertama mengatakan bahwa klaten berasal dari kata
kelati atau buah bibir. Kata
kelati ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya.
Versi kedua menyebutkan Klaten berasal dari kota
Melati.
Kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati. Berubah lagi jadi kata
Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati berubah menjadi kata
Klaten. Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orangtua sebagaimana
dikutip dalam buku
Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Setda Kab. Dati II Klaten Tahun 1992/1993.
Melati adalah nama seorang
kyai
yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang
masih berupa hutan belantara. Kyai Melati Sekolekan, nama lengkap dari
Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang
yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi Klaten yang
sekarang.
Dukuh tempat tinggal Kyai Melati oleh masyarakat setempat lantas
diberi nama Sekolekan. Nama Sekolekan adalah bagian darinama Kyai Melati
Sekolekan. Sekolekan kemudian berkembang menjadi Sekalekan, sehingga
sampai sekarang nama dukuh itu adalah Sekalekan. Di Dukuh Sekalekan itu
pula Kyai Melati dimakamkan.
Kyai Melati dikenal sebagai orang berbudi luhur dan lagi sakti.
Karena kesaktiannya itu perkampungan itu aman dari gangguan perampok.
Setelah meninggal dunia, Kyai Melati dikuburkan di dekat tempat
tinggalnya.
Sampai sekarang sejarah kota Klaten masih menjadi silang pendapat.
Belum ada penelitian yang dapat menyebutkan kapan persisnya kota Klaten
berdiri. Selama ini kegiatan peringatan tentang Klaten diambil dari hari
jadi pemerintah Kab Klaten, yang dimulai dari awal terbentuknya
pemerintahan daerah otonom tahun 1950.
Hari jadi
Daerah Kabupaten Klaten semula adalah bekas daerah swapraja
Surakarta.
Kasunanan Surakarta terdiri dari beberapa daerah yang merupakan suatu
kabupaten. Setiap kabupaten terdiri atas beberapa distrik. Susunan
penguasa kabupaten terdiri dari Bupati, Kliwon, Mantri Jaksa, Mantri
Kabupaten, Mantri Pembantu, Mantri Distrik, Penghulu, Carik Kabupaten
angka 1 dan 2, Lurah Langsik, dan Langsir.
Susunan penguasa Distrik terdiri dari Pamong Distrik (1 orang),
Mantri Distrik (5), Carik Kepanawon angka 1 dan 2 (2 orang), Carik
Kemanten (5 orang), Kajineman (15 orang).
Pada zaman penjajahan Belanda, tahun 1749, terjadi perubahan susunan
penguasa di Kabupaten dan di Distrik. Untuk Jawa dan Madura, semua
propinsi dibagi atas kabupaten-kabupaten, kabupaten terbagi atas
distrik-distrik, dan setiap distrik dikepalai oleh seorang wedono.
Pada tahun 1847 bentuk Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Pulisi.
Maksud dan tujuan pembentukan Kabupaten Pulisi adalah di samping
Kabupaten itu menjalankan fungsi pemerintahan, ditugaskan pula agar
dapat menjaga ketertiban dan keamanan dengan ditentukan batas-batas
kekuasa wilayahnya.
Berdasarkan Nawala
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senopati Ing Alaga Abdul Rahman Sayidin Panata Gama VII, Senin Legi 23 Jumadilakhir Tahun Dal 1775 atau 5 Juni 1847 dalam bab 13 disebutkan :
“……………………………….” KratonDalam
Surakarta Adiningrat Nganakake Kabupaten cacah enem.
“………………………………” Kabupaten cacah enem iku Nagara
Surakarta,
Kartosuro,
Klaten,
Boyolali,
Ampel, lan
Sragen.
“………………………………” Para Tumenggung kewajiban rumeksa amrih tata tentreme
bawahe dhewe-dhewe serta padha kebawah marang Raden Adipati.
Perubahan luas daerah
Luas daerah Kabupaten Klaten mengalami beberapa kali perubahan.
Klaten pada mulanya adalah tanpa kecamatan Jatinom dan Polanharjo. Kedua
kecamatan semula merupakan wilayah kabupaten Boyolali, dan baru
digabungkan tanggal 11 Oktober 1895.